LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
| |||
No. 78, 2003
|
PENDIDIKAN.
Sistem Pendidikan Nasional. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Pemerintah
Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4301)
|
||
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
20 TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia
|
|||
Menimbang
|
:
|
||
a. bahwa
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial;
b. bahwa
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan
undang-undang;
c. bahwa
sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan
pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen
pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan
pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;
d. bahwa
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak
memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan
amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu
membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
|
|||
mengingat
|
:
|
||
Pasal 20, Pasal
21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||
Dengan persetujuan bersama
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
dan
Presiden Republik Indonesia
Memutuskan:
|
|||
menetapkan
|
:
|
||
Undang-Undang
Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
|
|||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
|
|||
Dalam
undang-undang ini yang dimaksud dengan :
|
|||
1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
|
2. Pendidikan nasional adalah pendidikan
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia
dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman
|
3. Sistem
pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
4. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
5. Tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
6. Pendidik
adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain
yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
7. Jalur
pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan
pendidikan.
8. Jenjang
pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan.
9. Jenis
pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan
suatu satuan pendidikan.
10.Satuan
pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan.
11.
Pendidikan
formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri
atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi
12.
Pendidikan
nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang.
13.
Pendidikan
informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
|
14.
Pendidikan
anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
15.
Pendidikan
jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan
pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi
komunikasi, informasi, dan media lain.
16.
Pendidikan
berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan
agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan
pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
17.
Standar
nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
18.
Wajib
belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga
Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
19.
Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
20.
Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar.
21.
Evaluasi
pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu
pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan
pendidikan.
22.
Akreditasi
adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
23.
Sumber
daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan
pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana.
24.
Dewan
pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur
masyarakat yang peduli pendidikan
25.
Komite
sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali
peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli
pendidikan.
26.
Warga
negara adalah Warga Negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
27.
Masyarakat
adalah kelompok Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian
dan peranan dalam bidang pendidikan.
28.
Pemerintah
adalah Pemerintah Pusat.
|
29. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah
Propinsi, Pemerintah Kabupaten, atau Pemerintah Kota.
|
BAB II
DASAR, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2 |
|
Pendidikan
nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
|
|
Pasal 3
|
|
Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
|
|
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 4
|
|
(1)
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
(2)
Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang
sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
(3)
Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
(4)
Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,
membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran.
(5)
Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya
membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
(6)
Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran
serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
|
|
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA,
ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 5
|
|
(1)
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2)
Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3)
Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta
masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
(4)
Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
(5)
Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan
meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
|
|
Pasal 6
|
|
(1)
Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan
lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
(2)
Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.
|
|
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Orang Tua
Pasal 7
|
|
(1)
Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan
pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.
(2)
Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban
memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.
|
|
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 8
|
||
Masyarakat
berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
evaluasi program pendidikan.
|
||
Pasal 9
|
||
Masyarakat
berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan
pendidikan.
|
||
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemerintah
dan Pemerintah Daerah
Pasal 10
|
||
Pemerintah
dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
|
||
Pasal 11
|
||
(1)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan
layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang
bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
(2)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara
yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
|
||
BAB V
PESERTA DIDIK
Pasal 12
|
||
(1)
|
Setiap
peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak :
|
|
a.
|
mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh
pendidik yang seagama;
|
|
b.
|
mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
|
|
c.
|
mendapatkan
beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya;
|
|
d.
|
mendapatkan
biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya;
|
|
e.
|
pindah
ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
|
|
f.
|
menyelesaikan program pendidikan
sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari
ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
|
|
(2)
|
Setiap
peserta didik berkewajiban :
|
|
a.
|
menjaga
norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan
pendidikan;
|
|
b.
|
ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang
dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
|
|
(3)
|
Warga
negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
|
(4)
|
Ketentuan
mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
|
BAB VI
JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
|
||
(1)
|
Jalur
pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat
saling melengkapi dan memperkaya.
|
|
(2)
|
Pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka
melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.
|
Pasal 14
|
Jenjang
pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi.
|
Pasal 15
|
Jenis
pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi,
keagamaan, dan khusus.
|
Pasal 16
|
Jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
|
Bagian Kedua
Pendidikan Dasar
Pasal 17
|
(1)
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
melandasi jenjang pendidikan menengah.
(2)
Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan
Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang
sederajat.
(3)
Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
|
Bagian Ketiga
Pendidikan Menengah
Pasal 18
|
(1)
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan
dasar.
(2)
Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah
umum dan pendidikan menengah kejuruan.
(3)
Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
(4)
Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
|
Bagian Keempat
Pendidikan Tinggi
Pasal 19
|
(1)
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,
magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
(2)
Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem
terbuka.
|
Pasal 20
|
(1)
Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,
sekolah tinggi, institut, atau universitas.
(2)
Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3)
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program
akademik, profesi, dan/atau vokasi.
(4)
Ketentuan mengenai perguruan tinggi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 21
|
(1)
Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian
dan dinyatakan berhak menyelenggarakan program pendidikan tertentu dapat
memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi sesuai dengan program
pendidikan yang diselenggarakannya.
(2)
Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan
yang bukan perguruan tinggi dilarang memberikan gelar akademik, profesi, atau
vokasi.
(3)
Gelar akademik, profesi, atau vokasi hanya digunakan
oleh lulusan dari perguruan tinggi yang
|
(4)
dinyatakan berhak memberikan gelar akademik, profesi,
atau vokasi.
(5)
Penggunaan gelar akademik, profesi, atau vokasi lulusan
perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk dan singkatan yang diterima
dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
(6)
Penyelenggara pendidikan yang tidak memenuhi
persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau penyelenggara
pendidikan bukan perguruan tinggi yang melakukan tindakan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa penutupan
penyelenggaraan pendidikan.
|
(7)
Gelar akademik, profesi, atau vokasi yang dikeluarkan
oleh penyelenggara pendidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan
tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dinyatakan tidak sah.
|
(8)
Ketentuan mengenai gelar akademik, profesi, atau vokasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 22
|
Universitas,
institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar
doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada setiap individu yang
layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam
bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan,
atau seni.
|
Pasal 23
|
(1)
Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat
diangkat guru besar atau profesor sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2)
Sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan
selama yang bersangkutan masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan
tinggi.
|
Pasal 24
|
(1)
Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan
mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
(2)
Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri
lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian
ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3)
Perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari
masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas
publik.
(4)
Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 25
|
(1)
Perguruan tinggi menetapkan persyaratan kelulusan untuk
mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(2)
Lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan
untuk memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan
jiplakan dicabut gelarnya.
(3)
Ketentuan mengenai persyaratan kelulusan dan pencabutan
gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Bagian Kelima
Pendidikan Nonformal
Pasal 26
|
(1)
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai
pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2)
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
(3)
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan
kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik.
|
(4)
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga
kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar
masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
|
(5)
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi
masyarakat yang memerlukan bekal
pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan
diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
(6)
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan
hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan
oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan
mengacu pada standar nasional pendidikan.
(7)
Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
|||||
Bagian Keenam
Pendidikan Informal
Pasal 27
|
|||||
(1)
|
Kegiatan
pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri.
|
||||
(2)
|
Hasil
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan
formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar
nasional pendidikan.
|
||||
(3)
|
Ketentuan
mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
||||
Bagian Ketujuh
Pendidikan Anak Usia Dini
Pasal 28
|
|||||
(1)
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum
jenjang pendidikan dasar.
(2)
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui
jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.
(3)
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal
berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang
sederajat.
(4)
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau
bentuk lain yang sederajat.
(5)
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan
oleh lingkungan.
(6)
Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
|||||
Bagian Kedelapan
Pendidikan Kedinasan
Pasal 29
|
|||||
(1)
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang
diselenggara-kan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
(2)
Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan
dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon
pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah non-departemen.
(3)
Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur
pendidikan formal dan nonformal.
(4)
Ketentuan mengenai pendidikan kedinasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
|
|||||
Bagian Kesembilan
Pendidikan Keagamaan
Pasal 30
|
|||||
(1)
|
Pendidikan
keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari
pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(2)
|
Pendidikan
keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi
ahli ilmu agama.
|
||||
(3)
|
Pendidikan
keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan
informal.
|
||||
(4)
|
Pendidikan
keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja
samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
|
||||
(5)
|
Ketentuan
mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
||||
Bagian Kesepuluh
Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 31
|
|||||
(1)
Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(2)
Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan
pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan
secara tatap muka atau reguler.
|
|||||
(3)
Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai
bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar
serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar
nasional pendidikan.
(4)
Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak
jauh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
|||||
Bagian Kesebelas
Pendidikan Khusus dan
Pendidikan Layanan Khusus
Pasal 32
|
|||||
(1)
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa.
(2)
Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang
terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu
dari segi ekonomi.
(3)
Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan
pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
|
|||||
BAB VII
BAHASA PENGANTAR
Pasal 33
|
|||||
(1)
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa
pengantar dalam pendidikan nasional.
(2)
Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar
dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian
pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
(3)
Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar
pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing
peserta didik.
|
|||||
BAB VIII
WAJIB BELAJAR
Pasal 34
|
|||||
(1)
Setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat
mengikuti program wajib belajar.
(2)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya.
(3)
Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat.
(4)
Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
|
|||||
BAB IX
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Pasal 35
|
|||||
(1)
Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi,
proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan
secara berencana dan berkala.
(2)
Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan
pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, dan pembiayaan.
|
|||||
(3)
Pengembangan standar nasional pendidikan serta
pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh
suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.
|
|||||
(4)
Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
|||||
BAB X
KURIKULUM
Pasal 36
|
|||||
(1)
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2)
Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah, dan peserta didik.
|
|||||
(3)
Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan
|
|||||
a.
|
peningkatan
iman dan takwa;
|
||||
b.
|
peningkatan
akhlak mulia;
|
||||
c.
|
peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
|
||||
d.
|
keragaman
potensi daerah dan lingkungan;
|
||||
e.
|
tuntutan
pembangunan daerah dan nasional;
|
||||
f.
|
tuntutan
dunia kerja;
|
||||
g.
|
perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
|
||||
h.
|
agama;
|
||||
i.
|
dinamika
perkembangan global; dan
|
||||
j.
|
persatuan
nasional dan nilai-nilai kebangsaan
|
||||
(4)
Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
|
|||||
Pasal 37
|
|||||
(1)
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat :
|
|||||
a.
|
pendidikan
agama;
|
||||
b.
|
pendidikan
kewarganegaraan;
|
||||
c.
|
bahasa;
|
||||
d.
|
matematika;
|
||||
e.
|
ilmu
pengetahuan alam;
|
||||
f.
|
ilmu
pengetahuan sosial;
|
||||
g.
|
seni
dan budaya;
|
||||
h.
|
pendidikan
jasmani dan olahraga;
|
||||
i.
|
keterampilan/kejuruan;
dan
|
||||
j.
|
muatan
lokal
|
||||
(2)
Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat :
|
|||||
a.
|
pendidikan
agama;
|
||||
b.
|
pendidikan
kewarganegaraan; dan
|
||||
c.
|
bahasa.
|
||||
(3)
Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
|||||
Pasal 38
|
|||||
(1)
Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar
dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah.
(2)
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan
sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau
kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Propinsi
untuk pendidikan menengah.
(3)
Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan
tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan
untuk setiap program studi.
(4)
Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi
dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
|
|||||
BAB XI
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Pasal 39
|
|||||
(1)
Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi,
pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang
proses pendidikan pada satuan pendidikan.
(2)
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi.
|
|||||
Pasal 40
|
|||||
(1)
|
Pendidik
dan tenaga kependidikan berhak memperoleh :
|
||||
a.
|
penghasilan
dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;
|
||||
b.
|
penghargaan
sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
|
||||
c.
|
pembinaan
karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
|
||||
d.
|
perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas dan hak
atas hasil kekayaan intelektual; dan
|
||||
f.
|
kesempatan
untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan tugas.
|
||||
(2)
|
Pendidik
dan tenaga kependidikan berkewajiban :
|
||||
a.
|
menciptakan
suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan
dialogis;
|
||||
b.
|
mempunyai
komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan
|
||||
c.
|
memberi
teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan
kepercayaan yang diberikan kepadanya.
|
||||
Pasal 41
|
|||||
(1)
Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara
lintas daerah.
(2)
Pengangkatan, penempatan, dan penyebaran pendidik dan
tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan
kebutuhan satuan pendidikan formal.
(3)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi
satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan
untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
(4)
Ketentuan mengenai pendidik dan tenaga kependidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
|||||
Pasal 42
|
|||||
(1)
Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan
sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
(2)
Pendidik
untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi
yang terakreditasi.
(3)
Ketentuan
mengenai kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
|||||
Pasal 43
|
|||||
(1)
Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga
kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman,
kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan.
(2)
Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan
tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi.
(3)
Ketentuan mengenai promosi, penghargaan, dan
sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
|||||
Pasal 44
|
|||||
(1)
Pemerintah
dan Pemerintah Daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan
pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah
Daerah.
(2)
Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat berkewajiban
membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang
diselenggarakannya.
(3)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membantu
pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal
yang diselenggarakan oleh masyarakat.
|
|||||
BAB XII
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN
Pasal 45
|
(1)
Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal
menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual,
sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
(2)
Ketentuan
mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
|
BAB XIII
PENDANAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Tanggung
Jawab Pendanaan
Pasal 46
|
(1)
Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
(2)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab
menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3)
Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
|
Bagian Kedua
Sumber Pendanaan Pendidikan
Pasal 47
|
(1)
Sumber
pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan
keberlanjutan.
(2)
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat
mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(3)
Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
|
Bagian Ketiga
Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 48
|
(1)
Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip
keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
(2)
Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
|
Bagian
Keempat
Pengalokasian
Dana Pendidikan
Pasal 49 |
(1)
Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
(2)
Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah
dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
(3)
Dana pendidikan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah
untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(4)
Dana pendidikan dari Pemerintah kepada Pemerintah
Daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(5)
Ketentuan
mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
|
BAB XIV
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 50
|
(1)
Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan
tanggung jawab Menteri.
(2)
Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar
nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional.
(3)
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan
sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk
dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
(4)
Pemerintah Daerah Propinsi melakukan koordinasi atas
penyelenggaraan pendidikan,
|
(5)
pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan
fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah Kabupaten/Kota untuk
tingkat pendidikan dasar dan menengah.
(6)
Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar
dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan
lokal.
(7)
Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki
otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya.
(8)
Ketentuan mengenai
pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
|
Pasal 51
|
(1)
Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar
pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2)
Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan
berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang
transparan.
(3)
Ketentuan
mengenai pengelolaan satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 52 |
(1)
Pengelolaan satuan pendidikan nonformal dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
(2)
Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan
nonformal sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
|
Bagian Kedua
Badan Hukum Pendidikan
Pasal 53
|
(1)
Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang
didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
(2)
Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik.
(3)
Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk
memajukan satuan pendidikan.
(4)
Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan
Undang-undang tersendiri
|
BAB XV
PERAN SERTA MASYARAKAT
DALAM PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 54
|
(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan
meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi,
pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai
sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
|
Bagian Kedua
Pendidikan Berbasis
Masyarakat
Pasal 55
|
(1) Masyarakat berhak menyelenggarakan
pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai
dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan
masyarakat.
(2) Penyelenggara pendidikan berbasis
masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan,
serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
|
(3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis
masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat
dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara
adil dan merata dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
(5) Ketentuan mengenai peran serta
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Bagian Ketiga
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah
Pasal 56
|
(1)
Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program
pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
(2)
Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan
berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan
pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana,serta
pengawasan pendidikan pada tingkat Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/ Kota
yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.
|
(3) Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga
mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan
memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana,
serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
(4)
Ketentuan mengenai pembentukan dewan
pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
BAB XVI
EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI
Bagian Kesatu
Evaluasi
Pasal 57
|
(1) Evaluasi dilakukan dalam rangka
pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
(2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta
didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk
semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
|
Pasal 58 |
(1) Evaluasi
hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan,
dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
(2)
Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program
pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh,
transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional
pendidikan.
|
Pasal 59 |
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah
melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan.
(2) Masyarakat dan/atau organisasi profesi
dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 58.
(3) Ketentuan mengenai evaluasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
|
Bagian Kedua
Akreditasi
Pasal 60
|
(1) Akreditasi
dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur
pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
(2) Akreditasi terhadap program dan satuan
pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang
sebagai bentuk akuntabilitas publik.
|
(3) Akreditasi
dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.
(4)
Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
|
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 61
|
(1) Sertifikat berbentuk ijazah dan
sertifikat kompetensi.
(2) Ijazah diberikan kepada peserta didik
sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu
jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan
pendidikan yang terakreditasi.
(3) Sertifikat kompetensi diberikan oleh
penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga
masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan
tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan
pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
(4) Ketentuan mengenai sertifikasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
BAB XVII
PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN
Pasal 62
|
(1) Setiap satuan pendidikan formal dan
nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah
Daerah.
(2) Syarat-syarat untuk memperoleh izin
meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem
evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen dan proses pendidikan.
(3) Pemerintah atau Pemerintah Daerah
memberi atau mencabut izin pendirian satuan pendidikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Ketentuan mengenai pendirian satuan
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 63
|
Satuan pendidikan yang didirikan dan diselenggarakan oleh
Perwakilan Republik Indonesia di negara lain menggunakan ketentuan
Undang-undang ini.
|
BAB XVIII
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
OLEH LEMBAGA NEGARA LAIN
Pasal 64
|
Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh perwakilan
negara asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, bagi peserta didik
warga negara asing, dapat menggunakan ketentuan yang berlaku di negara yang
bersangkutan atas persetujuan Pemerintah Republik Indonesia.
|
Pasal 65 |
(1) Lembaga pendidikan asing yang
terakreditasi atau yang diakui di negaranya dapat menyelenggarakan pendidikan
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Lembaga
pendidikan asing pada tingkat pendidikan dasar dan menengah wajib memberikan
pendidikan agama dan kewarganegaraan bagi peserta didik Warga Negara
Indonesia.
|
(3) Penyelenggaraan
pendidikan asing wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan mengikutsertakan tenaga pendidik
dan pengelola Warga Negara Indonesia.
(4) Kegiatan
pendidikan yang menggunakan sistem pendidikan negara lain yang
diselenggarakan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan
mengenai penyelenggaraan pendidikan asing sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
|
BAB XIX
PENGAWASAN
Pasal 66
|
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dewan
pendidikan, dan komite sekolah/ madrasah melakukan pengawasan atas
penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan sesuai
dengan kewenangan masing-masing.
(2)
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
(3) Ketentuan mengenai pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
|
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 67
|
(1)
Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan
yang memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/
atau vokasi tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
|
(2) Penyelenggara perguruan tinggi yang
dinyatakan ditutup berdasarkan Pasal 21 ayat (5) dan masih beroperasi
dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Penyelenggara
pendidikan yang memberikan sebutan guru besar atau profesor dengan melanggar
Pasal 23 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Penyelenggara
pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
|
Pasal 68 |
(1)
Setiap
orang yang membantu memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik,
profesi, dan/atau vokasi dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan
dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2)
Setiap
orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik,
profesi, dan/atau vokasi yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak
memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
(3) Setiap
orang yang menggunakan gelar lulusan yang tidak sesuai dengan bentuk dan
singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama
dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).
(4)
Setiap
orang yang memperoleh dan/atau menggunakan sebutan guru besar yang tidak
sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) dan/atau ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
|
Pasal 69 |
(1)
Setiap
orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik,
profesi, dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara
paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
(2)
Setiap
orang yang dengan sengaja tanpa hak menggunakan ijazah dan/atau sertifikat
kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) yang
terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
|
Pasal 70 |
Lulusan yang
karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapatkan gelar akademik, profesi,
atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) terbukti merupakan jiplakan dipidana dengan
pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
|
Pasal 71 |
Penyelenggara
satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
|
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 72
|
Penyelenggara
dan/atau satuan pendidikan formal yang pada saat Undang-undang ini
diundangkan belum berbentuk badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 53 tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-undang yang mengatur
badan hukum pendidikan.
|
Pasal 73 |
Pemerintah atau Pemerintah Daerah wajib memberikan izin
paling lambat dua tahun kepada satuan pendidikan formal yang telah berjalan
pada saat Undang-undang ini diundangkan belum memiliki izin
|
Pasal 74
|
Semua peraturan
perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 2
Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran
Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3390) yang ada pada saat diundangkannya Undang-undang ini masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
Undang-undang ini.
|
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 75
|
Semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-undang ini harus
diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya Undang-undang
ini.
|
Pasal 76 |
Pada saat mulai
berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 48/Prp./1960 tentang
Pengawasan Pendidikan dan Pengajaran Asing (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor
155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2103) dan Undang-undang Nomor 2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) dinyatakan tidak berlaku.
|
Pasal 77 |
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
Disahkan di
Jakarta
pada tanggal 8
Juli 2003
Presiden Republik Indonesia,
Megawati Soekarnoputri
|
||
Diundangkan di Jakarta
pada Tanggal 8 Juli 2003
Sekretaris Negara Republik Indonesia,
Bambang Kesowo
|
||
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI |
||
PENDIDIKAN.
Sistem Pendidikan Nasional. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Pemerintah
Daerah. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
78)
|
||
P E N J E L A S A N
A T A S
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20
TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
|
||
I. Umum
|
||
Manusia
membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar
manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran
dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan
bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan
bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Untuk
itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang
merupakan salah satu tujuan negara Indonesia.
Gerakan reformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip
demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam hubungannya dengan pendidikan,
prinsip-prinsip tersebut akan memberikan dampak yang mendasar pada kandungan,
proses, dan manajemen sistem pendidikan. Selain itu, ilmu pengetahuan dan
teknologi berkembang pesat dan memunculkan tuntutan baru dalam segala aspek
kehidupan, termasuk dalam sistem pendidikan. Tuntutan tersebut menyangkut
pembaharuan sistem pendidikan, di antaranya pembaharuan kurikulum, yaitu
diversifikasi kurikulum untuk melayani peserta didik dan potensi daerah yang
beragam, diversifikasi jenis
pendidikan yang dilakukan
secara profesional, penyusunan standar kompetensi tamatan yang berlaku
secara nasional dan daerah menyesuaikan dengan kondisi setempat; penyusunan
standar kualifikasi pendidik yang sesuai dengan tuntutan pelaksanaan tugas
secara profesional; penyusunan standar pendanaan pendidikan untuk setiap
satuan pendidikan sesuai prinsip-prinsip pemerataan dan keadilan; pelaksanaan
manajemen pendidikan berbasis sekolah dan otonomi perguruan tinggi; serta
penyelenggaraan pendidikan dengan sistem terbuka dan multimakna. Pembaharuan sistem pendidikan juga meliputi
penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang dikelola pemerintah dan
pendidikan yang dikelola masyarakat, serta pembedaan antara pendidikan
keagamaan dan pendidikan umum.
Pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui
visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional
mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat
dan berwibawa untuk memberdayakan semua Warga Negara Indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab
tantangan zaman yang selalu berubah.
|
||
Dengan visi
pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut :
1.
mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi
seluruh rakyat Indonesia;
2.
membantu
dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia
dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3.
meningkatkan
kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan
pembentukan kepribadian yang bermoral;
4.
meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas
lembaga pendidikan sebagai pusat
pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan
nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan
5.
memberdayakan
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip
otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
||
Berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional tersebut, pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
|
Pembaharuan
sistem pendidikan memerlukan strategi tertentu. Strategi pembangunan
pendidikan nasional dalam undang-undang ini meliputi :
|
1.
pelaksanaan
pendidikan agama serta akhlak mulia;
2.
pengembangan
dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi;
3.
proses
pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
4.
evaluasi,
akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan;
5.
peningkatan
keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan;
6.
penyediaan
sarana belajar yang mendidik;
7.
pembiayaan
pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan;
8.
penyelenggaraan
pendidikan yang terbuka dan merata;
9.
pelaksanaan
wajib belajar;
10.
pelaksanaan
otonomi manajemen pendidikan;
11.
pemberdayaan
peran masyarakat;
12.
pusat
pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan
13.
pelaksanaan
pengawasan dalam sistem pendidikan nasional.
|
Dengan strategi tersebut diharapkan visi, misi, dan tujuan pendidikan
nasional dapat terwujud secara efektif dengan melibatkan berbagai pihak
secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pembaruan sistem
pendidikan nasional perlu pula disesuaikan dengan pelaksanaan otonomi daerah
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Sehubungan dengan hal-hal di atas, Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional perlu diperbaharui dan diganti.
|
II. Pasal Demi Pasal |
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
|
Ayat (2)
Pendidikan dengan sistem terbuka
adalah pendidikan yang diselenggarakan
dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program lintas satuan dan
jalur pendidikan (multi entry-multi exit system). Peserta didik dapat
belajar sambil bekerja, atau mengambil program-program pendidikan pada jenis
dan jalur pendidikan yang berbeda secara terpadu dan berkelanjutan melalui
pembelajaran tatap muka atau jarak jauh. Pendidikan multimakna adalah proses
pendidikan yang diselenggarakan dengan berorientasi pada pembudayaan,
pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian, serta berbagai kecakapan
hidup.
|
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
|
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Memberdayakan semua komponen masyarakat berarti
pendidikan diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat dalam suasana
kemitraan dan kerja sama yang saling melengkapi dan memperkuat.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Pendidik dan/atau guru agama yang
seagama dengan peserta didik difasilitasi dan/atau disediakan oleh Pemerintah
atau Pemerintah Daerah sesuai kebutuhan satuan pendidikan sebagaimana diatur
dalam Pasal 41 ayat (3).
Huruf b
Pendidik
dan/atau guru yang mampu mengembangkan
bakat, minat, dan kemampuan peserta didik difasilitasi dan/atau disediakan
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kebutuhan satuan
pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (3).
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
|
Pasal 15
Pendidikan umum merupakan
pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang
diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi.
Pendidikan kejuruan merupakan
pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja
dalam bidang tertentu.
Pendidikan akademik merupakan
pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama
pada penguasaan disiplin ilmu
pengetahuan tertentu.
Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi
setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki
pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan
tertentu maksimal setara dengan program sarjana.
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah,
dan tinggi yang mempersiapkan peserta
didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan
tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta
didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa
yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus
pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pendidikan yang sederajat dengan SD/MI adalah program
seperti Paket A dan yang sederajat dengan SMP/MTs adalah program seperti
Paket B.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pendidikan yang sederajat dengan SMA/MA adalah
program seperti paket C.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Akademi menyelenggarakan
pendidikan vokasi dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan,
teknologi, dan/atau seni tertentu.
Politeknik menyelenggarakan
pendidikan vokasi dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.
Sekolah tinggi menyelenggarakan
pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu
dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.
Institut menyelenggarakan pendidikan
akademik dan/atau pendidikan vokasi dalam sekelompok disiplin ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika memenuhi syarat dapat
menyelenggarakan pendidikan profesi.
Universitas menyelenggarakan
pendidikan akademik dan/atau pendidikan vokasi dalam sejumlah ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika memenuhi syarat dapat
menyelenggarakan pendidikan profesi.
|
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Gelar akademik yang dimaksud antara lain, sarjana,
magister, dan doktor.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Guru besar atau profesor adalah jabatan fungsional bagi
dosen yang masih mengajar di lingkungan perguruan tinggi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pendidikan kecakapan hidup (life skills) adalah
pendidikan yang memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan
intelektual, dan kecakapan vokasional untuk bekerja atau usaha mandiri.
Pendidikan kepemudaan adalah pendidikan yang
diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin bangsa, seperti organisasi
pemuda, pendidikan kepanduan/kepramukaan, keolahragaan, palang merah,
pelatihan, kepemimpinan, pecinta alam, serta kewirausahaan.
|
Pendidikan pemberdayaan perempuan adalah pendidikan
untuk mengangkat harkat dan martabat
perempuan.
Pendidikan kesetaraan adalah
program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara
SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakup program paket A, paket B, dan paket
C.
Pendidikan dan pelatihan kerja
dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada
penguasaan keterampilan fungsional yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
|
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Kursus dan pelatihan sebagai
bentuk pendidikan berkelanjutan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik
dengan penekanan pada penguasaan keterampilan, standar kompetensi,
pengembangan sikap kewirausahaan serta pengembangan kepribadian profesional.
Kursus dan pelatihan dikembangkan melalui sertifikasi dan akreditasi yang
bertaraf nasional dan internasional.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan bagi anak
sejak lahir sampai dengan enam tahun dan bukan merupakan prasyarat untuk
mengikuti pendidikan dasar.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Taman Kanak-kanak (TK)
menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi diri
sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik.
Raudhatul Athfal (RA)
menyelenggarakan pendidikan keagamaan Islam yang menanamkan nilai-nilai
keimanan dan ketakwaan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi diri
seperti pada taman kanak-kanak.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
|
Ayat (3)
Bentuk pendidikan jarak jauh
mencakup program pendidikan tertulis (korespondensi), radio, audio/video, TV,
dan/atau berbasis jaringan komputer.
Modus penyelenggaraan pendidikan
jarak jauh mencakup pengorganisasian tunggal (single mode), atau
bersama tatap muka (dual mode).
Cakupan pendidikan jarak jauh
dapat berupa program pendidikan berbasis mata pelajaran/mata kuliah dan/atau
program pendidikan berbasis bidang studi.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengajaran bahasa daerah pada
jenjang pendidikan dasar di suatu daerah disesuaikan dengan intensitas
penggunaannya dalam wilayah yang bersangkutan.
Tahap awal pendidikan adalah
pendidikan pada tahun pertama dan kedua sekolah dasar.
|
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Standar isi mencakup ruang lingkup materi dan
tingkat kompetensi yang dituangkan ke dalam persyaratan tentang kompetensi
tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus
pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan
standar nasional yang telah disepakati.
Standar tenaga kependidikan mencakup persyaratan
pendidikan prajabatan dan kelayakan, baik fisik maupun mental, serta
pendidikan dalam jabatan.
Standar sarana dan prasarana pendidikan mencakup ruang
belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium,
bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, dan sumber
belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Peningkatan secara berencana dan berkala dimaksudkan
untuk meningkatkan keunggulan lokal, kepentingan nasional, keadilan, dan
kompetisi antar bangsa dalam peradaban dunia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu
pendidikan bersifat mandiri pada
tingkat nasional dan propinsi.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
|
Ayat (2)
Pengembangan kurikulum secara berdiversifikasi
dimaksudkan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan pada satuan
pendidikan dengan kondisi dan kekhasan potensi yang ada di daerah.
|
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Pendidikan agama dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
Pendidikan kewarganegaraan
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air.
Bahan kajian bahasa mencakup
bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing dengan pertimbangan :
1. Bahasa
Indonesia merupakan bahasa nasional;
2. Bahasa
daerah merupakan bahasa ibu peserta didik; dan
3. Bahasa
asing terutama bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang sangat
penting kegunaannya dalam pergaulan global.
Bahan kajian matematika, antara
lain, berhitung, ilmu ukur, dan aljabar dimaksudkan untuk mengembangkan
logika dan kemampuan berpikir peserta didik.
Bahan kajian ilmu pengetahuan
alam, antara lain, fisika, biologi, dan kimia dimaksudkan untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap
lingkungan alam dan sekitarnya.
Bahan kajian ilmu pengetahuan
sosial, antara lain, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya
dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan
analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat.
Bahan kajian seni dan budaya dimaksudkan untuk
membentuk karakter peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa seni dan
pemahaman budaya. Bahan kajian seni mencakup menulis, menggambar/melukis,
menyanyi, dan menari.
Bahan kajian pendidikan jasmani dan olah raga
dimaksudkan untuk membentuk karakter peserta didik agar sehat jasmani dan
rohani, dan menumbuhkan rasa sportivitas.
Bahan kajian keterampilan dimaksudkan untuk membentuk
peserta didik menjadi manusia yang memiliki keterampilan.
Bahan kajian muatan lokal dimaksudkan untuk membentuk
pemahaman terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Tenaga kependidikan meliputi pengelola satuan
pendidikan, penilik, pamong belajar, pengawas, peneliti, pengembang,
pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
|
huruf a
Yang dimaksud dengan penghasilan yang pantas dan
memadai adalah penghasilan yang mencerminkan martabat guru sebagai pendidik
yang profesional di atas kebutuhan hidup minimum (KHM).
Yang dimaksud dengan jaminan kesejahteraan sosial
yang pantas dan memadai, antara lain, jaminan kesehatan dan jaminan hari tua.
huruf b
Cukup jelas
huruf c
Cukup jelas
huruf d
Cukup jelas
huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Pendidik dan tenaga kependidikan
dapat bertugas di mana pun dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pemberian fasilitas oleh
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dimaksudkan untuk menghindari adanya
daerah yang kekurangan atau kelebihan pendidik dan tenaga kependidikan, serta
juga dimaksudkan untuk peningkatan kualitas satuan pendidikan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Program sertifikasi bertujuan untuk memenuhi
kualifikasi minimum pendidik yang merupakan bagian dari program pengembangan
karier oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Sumber pendanaan pendidikan dari
pemerintah meliputi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan sumber pendanaan
pendidikan dari masyarakat mencakup antara lain sumbangan pendidikan, hibah,
wakaf, zakat, pembayaran nadzar, pinjaman, sumbangan perusahaan, keringanan
dan penghapusan pajak untuk pendidikan, dan lain-lain penerimaan yang sah.
|
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Pemenuhan
pendanaan pendidikan dapat dilakukan secara bertahap.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan otonomi
perguruan tinggi adalah kemandirian perguruan tinggi untuk mengelola sendiri
lembaganya.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan manajemen berbasis
sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi
manajemen pendidikan pada
satuan pendi-dikan, yang dalam hal ini
kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah/madrasah dalam
mengelola kegiatan pendidikan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
|
Pasal 53
Ayat (1)
Badan hukum pendidikan dimaksudkan sebagai landasan
hukum bagi penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, antara lain, berbentuk
Badan Hukum Milik Negara (BHMN).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Kekhasan satuan pendidikan yang diselenggarakan
masyarakat tetap dihargai dan dijamin oleh undang-undang ini.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Ayat (1)
Peraturan perundang-undangan yang dimaksud antara
lain mencakup undang-undang tentang imigrasi, pajak, investasi asing, dan
tenaga kerja.
|
Ayat (2)
Pelaksanaan pendidikan agama sesuai dengan ketentuan
Pasal 12 ayat (1) huruf a.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Sistem pendidikan negara lain mencakup kurikulum,
sistem penilaian, dan penjenjangan pendidikan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam ayat ini,
antara lain, mengatur tata cara pengawasan dan sanksi administratif.
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup
jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup
jelas
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar